Langsung ke konten utama

Perancanaan Fisik pembangunan I



Daftar isi

1. BAB I
  • Pendahuluan
2. BAB II
  • UU No. 24 Tentang Tata Ruang
  • Skema Proses Perencanaan Proses Pembangunan
  • Distribusi Tata Ruang Lingkup Nasional
  • Sistem Wilayah Pembangunan
  • Studi Kasus
  • Kesimpulan
  • Referensi




BAB I
Pendahuluan

Perencanaan fisik pembangunan pada hakikatnya dapat diartikan sebagai suatu usaha pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan fisiknya. Perencanaan fisisk pembangunan sangat penting dalam keberlngsungansuatu kota diamana kota akan terlihat rapi, indah, dan nyaman bagi penduduknya.

BAB II

UU No. 24 Tentang Tata Ruang :
Ruang adalah wadah yang meliputi daratan, lautan, dan udara sebagai satu kesatuan wilayah. Tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait adanya batas dan sistem yang ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.


1. Skema Proses Perencanaan Fisik Pembangunan
Proses perencanaan fisik pembanguna memang sudah terencana dengan syarat tertentu. Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip " memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan ". Gagasan perencanaan fisik pembangunan ini dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan esensial kaum miskin yang harus diberikan prioritas utama, sedangkan gagasan lainnya merupakan keterbatasan yan bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa depan. Jadi, tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus dilakukan dalam keberlanjutan perencanaan fisisk pembangunan di semua Negara, baik Negara maju maupun Negara berkembang.

2. Distribusi Tata Ruang Lingkup Nasional

Peran perencanaan dibagi dalam 4 lingkup:
  1. Lingkup Nasional (Kewenangan semua instansi di tingkat pemerintah pusat berada dalam lingkup kepentingan secara sektoral)
  2. Lingkup Regional (Instansi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkatan regional di Indonesia adalah Pemda Tingkat I, disamping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal (kantor wilayah))
  3. Lingkup Lokal (Penanganan perencanaan pembangunan ditingkat local seperti Kodya atau kabupaten ini biasanya dibebankan pada dinas-dinas)
  4. Lingkup Sektor Swasta (Lingkup kegiatan perencanaan oleh swasta di Indonesia semula memang hanya terbatas pada skalanya seperti pada perencanaan perumahan, jaringan utiliyas, pusat perbelanjaan dll)

3. Sistem Wilayah Pembangunan

Pengertian wilayah dipahami sebagai ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktifitas. Sementara itu wilayah menurut Hanafiah (1982) adalah unit tata ruang yang terdiri atas jarak, lokasi, bentuk dan ukuran atau skala. Dengan demikian sebagai satu unit tata ruang yang dimanfaatkan manusia, maka penataan dan penggunaan wilayah dapat dipelihara.


Rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang sangat umum sampai tingkat yangb sangat perinci seperti dicerminkan dari tata ruang tingkat provinsi, kabupaten, perkotaan, desa, dan bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis, misalnya untuk kawasan pesisir, pulau - pulau kecil, jaringan jalan, dan lain sebagainya. Kewajiban daerah menyusun tata ruang berkaitan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah. Menindaklanjuti Undang - Undang tersebut, Mentri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 menetapkan 6 pedoman dalam bidang penataan ruang, meliputi :

  1. Pedoman penyusunan RTRW provinsi
  2. Pedoman penyusunan kembali RTRW provinsi
  3. Pedoman penyusunan RTRW kabupaten
  4. Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten
  5. Pedoman penyusunan RTRW perkotaan
  6. Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan
Mengingat rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam rencana pembangunan Nasional dan pembangunan daerah, tata ruang nasional, provinsi dan kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari aspek substansi dan operasional harus konsistensi. Adanya peraturan perundang - undangan penyusunan tata ruang yang bersifat nasional, seperti UU No. 25 Tahun 2004 dan Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 tersebut, kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan pemetaan mintakat ruang sesuai dengan asas optimal dan lestari.

Dengan demikian, terkait kondisi tersebut dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu pada visi dan misi tersebut. Dengan kata lain, RTRW yang ada merupakan bagian terjemahan visi, misi daerah yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan ruang. Secra rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
  1. RTRW nasional merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah negara yang meliputi tujuan nasional dan arahan pemanfaatan ruang antarpulau dan antarprovinsi.
  2. RTRW provinsi disusun pada tingkat ketelitian skala 1 : 250 ribu untuk jangka waktu 15 tahun. Berdasar pada landasan hukum dan pedoman umum penyusunan tata ruang, substansi data dan analisis penyusunan rtrw provinsi mencakup kebijakan pembangunan, analisi regional, ekonomi regional, sumber daya manusia, sumber daya buatan, sumber daya alam, penggunaan lahan, dan analisis kelembagaan.
  3. RTRW kabupaten/kota merupakan rencana tata ruang yang disusun berdasar pada perkiraan kecenderungan dan arahan perkembangan untuk pembangunan daerah di masa depan. RTRW kabupaten/kota disusun pada tingkat ketelitian 1 : 100 untuk kabupaten dan 1 : 25 ribu untu perkotaan, untuk jangka waktu 5 - 10 tahun sesuai dengan perkembangan daerah.

STUDI KASUS

Pembangunan Fisik Kurang Perencanaan

                                           Image result for kabupaten bungo


Pada awal tahun 2013 ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bungo telah melakukan evaluasi kepada seluruh Kepala Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab BUngo. Dalam pertemuan tersebut wakil bupati Bungo, H. Mashuri sangat kecewa dengan hasil pembangunan fisik di Pemkab Bungo.
Menurutnya, pembangunan fisik yang ada di Pemkab Bungo dikerjakan kurang perencanaan. Sehingga proyek yang dikerjakan asal - asalan. Bahkan, menurutnya ada beberapa kepala dinas yang tidak mengetahui sama sekali hingga proses pembangunan gedung selesai. " Kita sudah turun di beberapa tempat " kata Mashuri, saat melakukan rapat evaluasi program kerja tahun 2012 lalu. " Saya melihat kegiatan fisik, khususnya pembangunan gedung dibeberapa SKPD banyak yang amburadul. Bahkan, ada Kadis yang tidak melihat sampai penyerahan gedung itu dari Kontraktor.
Beberapa waktu lalu memang wabub melakukan sidak terhadap proyek pembangunan fisik di beberapa tempat. Disanalah terlihat pembnagunan fisik di Pemkab Bung tidak sesuai dengan perencanaan. "Disini terlihat perencanaanya sangat kurang." Kata dia. Dirinya juga menyebut ada gedung yang baru rehab atau di bangun, yang di toiletnya tidak ada keran air. Hal ini, katanya menunjukan jika pembangunan tersebut hanya sekedarnya. Wabup menegaskan, jika proyek harus diselesaikan secara tuntas. " jagan satu - satu, pekerjaan itu harus tuntas." Misalnya, kalau memang anggarannya tidak cukup untuk membuat tipe gedung 46, ya terlebih dahulu buat tipe 36. Jangan membuat yang lebih besar tapi tidak tuntas," katanya.
Menurutnya, yang terpenting pembuatan gedung itu tuntas secara keseluruhan. Sehingga tidak amburadul. " ini ada yang jendelanya tidak bisa dikunci, pintunya pun demikian. Cat temboknya juga asal - asalan," imbuhnya.
Wabup menegaskan, pada tahun 2013 ini, dirinya tidak ingin melihat kondisi seperti pada tahun 2010 terulang lagi. Kepala SKPD menurutnya harus mengecek secara langsung ke lapangan. " Jangan kepala dinas yang justru banyak keluar daerah. Harus diimbangi antara agenda di luar dengan kerja di dalam. Sehingga pekerjaan yang ada di dalam daerah tidak berantakan." katanya.

Kesimpulan :
Untuk dapat membuat daerah yang tertata maka diperlukan perencanaan yang matang dalam merencankannya, perlu adanya tahap - tahap dari yang terkecil agar dikemudian hari suatu kota tidak ditemukan kesemerawutan. Maka dari itu dengan adanya skema perencanaan pembangunan seharusnya suatu daerah yang sedang direncanakan pembangunan fasilitas dapat berjalan dengan lancar dan terorganisir, sehingga pekerjaan dapat selesai dengan tepat waktu dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar.


Referensi :
- https://ridozah.wordpress.com/2014/01/07/uu-no-24-tahun-1992-tentang-tata-ruang/
- http://abdurahmanaskar.blogspot.co.id/2013/11/perencanaan-fisik-pembangunan.html
- https://sandradesnia.wordpress.com/2014/12/
- http://noviaclarabianca.blogspot.co.id/2013/01/peranan-perencanaan-fisik-pembangunan.html
- https://ferryrinaldy.wordpress.com/2014/12/20/perencanaan-fisik-pembangunan/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAB 8 : PERTENTANGAN SOSIAL & INTEGRASI MASYARAKAT

PERTENTANGAN SOSIAL & INTEGRASI MASYARAKAT Perbedaan Kepentingan Kepentingan adalah salah satu dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena adanya drongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan dalam hal ini bersifat esensial bagi kelangsungan kehidupan individu itu sendiri,jika berhasil memenuhi kebutuhannya,maka akan merasakan kepuasan dan apabila gagal dalam memenuhinya maka akan menimbulkan masalah bagi dirinnya maupun lingkungan. Karena dalam bertingkah laku,individu memiliki prinsip yang merupakan cara /alat dalam memenuhi kebutuhannya,maka sebenarnya kegiatan yang dilakukan dalam masyarakat adalah sebuah kepuasan pemenuhan dari kepentingannya. Maka dari itu,individu mempunyai arti bahwa tidak ada ornag yang sama persis dalam aspek-aspek pribadi,baik itu jasmani maupun rohani maka akan muncul perbedaan individu dalam kepentingannya yang berupa : Kepentingan untuk memperoleh kasih sayang. Kepentingan untuk memperoleh harga diri.

BAB 7 : MASYARAKAT KOTA dan PEDESAAN

BAB 7 Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan                                         I.  Masyarakat Perkotaan, Aspek Positif dan Negatif                    a.        Pengertian masyarakat Pengertian masyarakat pada umumnya dibagi menjadi 2, yaitu : -         - Masyarakat dalam arti luas: Keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama yang          tidak di batasi oleh lingkungan,bangsa dan sebagainya. -         - Masyarakat dalam arti sempit : Hubungan antara manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek        tertentu misalnya : territorial,bangsa,golongan,dll. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seorang masyarakat harus memmpunyai syarat sbb :       1.        Harus ada pengumpulan manusia,       2.        Menetap pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang lama,        3.        Adanya aturan dan undang-undang yang mengatur untuk mencapai kepentingan dan tujuan bersama. Dalam cara terbentuknya masyarakat dapat dibagi menjadi :       1.       M